Epilog

"Akhirnya bangun juga, Marsha Aluna."

Marsha mengerjapkan matanya berkali-kali, cahaya yang menyilaukan mata adalah hal yang pertama kali ia lihat. Kepalanya terasa berat, badannya terasa sakit dan kaku.

Perlahan, ia menoleh ke kanan, kemudian terkejut melihat ada orang yang tersenyum padanya.

"Gimana? Seru kan permainannya?"

Dan setelah orang itu bertanya, Marsha pun ingat dan marah.

"Hei, jadi selama satu minggu kalian bohongin saya?!"

Orang itu terkekeh. "Hehe, iya."

"Terus sekarang saya dimana?! Yang lain masih hidup, kan?!"

Cici Sempurna ini atau yang biasa disapa Ci Shani menunjuk ke pintu. "Beberapa dari mereka ada yang nungguin kamu, yang lainnya lagi makan di ruang makan."

"Terus itu alat apa?!"

"Terus terus mulu, kamu mau jadi tukang parkir?!" Omel Cico sambil menjitak kepala Marsha. "Pokoknya itu alat yang bikin kamu seolah-olah ada di dalam permainan, saya gak mau jelasin banyak-banyak. Nanti kamu cepu terus kamu bocorin ke yang lain, udah sana keluar."

"Dih, sensi betul bapak-bapak yang satu ini," decih Marsha dengan suara pelan.

Namun baru satu kaki dipijakkan ke lantai, badannya langsung oleng ke depan. Untung Ci Shani sigap menahannya agar tidak mencium lantai.

"Dasar, kamu itu udah gak jalan seminggu. Seharusnya kamu mikir dong, punya otak kok gak dipake," omel Ci Shani lalu menjitak lagi kepala Marsha.

"Iya-iya, sekarang lepas, saya bisa jalan sendiri."

Shani melepaskan tangannya, membiarkan Marsha berjalan keluar sendirian.

Dalam diam ia tersenyum, menatap Marsha dengan bangga bercampur rindu.

"Hei, anakmu sudah besar sekarang. Kamu pasti bangga punya anak kayak dia, semoga kamu tenang disana."

































































"Marsha!"

Pas sekali dengan pintu yang terbuka, badan Marsha ditabrak dari depan, dipeluk erat oleh bocah nakal yang suka ngatain orang.

"Ella hati-hati dong!" Omel Callie sambil berkacak pinggang ala emak-emak berdaster.

"Hebat lo kak, karakter lo keren anjir!" Puji Ella heboh sendiri. "Pokoknya lo abang panutan gue mulai sekarang! Ya ya ya?!"

"Heh, terus gue mau dikemanain?!" Sahut Kathrina tak terima.

Ella memeletkan lidahnya. "Ke empang, biar tinggal sama lele!"

"Jahat kamu dek, jahat! Hati abang rasanya seperti ditusuk garpu!" Seru Kathrina dramatis, memerankan tokoh yang suka muncul di televisi.

"Drama banget, cuih." Callie jadi jutek, sebelum akhirnya... "Aku juga sakit mas, sakit hati ini. Ella tega menduakan pacarnya, tega kamu, Lla!"

"Hoi, kalau mau drama jangan disini! berisik tau gak!" Teriak Christy dari arah meja makan.

Jadi, ruang makan dan ruangan Marsha itu berdekatan. Dari ruangan Marsha tinggal lurus ke depan, enak banget. Kalau lapar malam-malam tidak perlu jalan jauh-jauh.

"Tau nih, gue jadi keselek tau!" Teriak Amanda ikut-ikutan, padahal mah dia senang-senang aja karena mereka jadi akrab.

"Marsha." Tiba-tiba Jay merangkul temannya itu. "Zee kan kabur tau, katanya gak mau ketemu lo."

"Loh, kenapa?"

"Dia malu, udah ngucapin perpisahan eh taunya gak jadi mati. HAHAHAHA!"

"Pft, beneran, Kak Zee?" Tanya Callie seraya menahan tawa.

"Beneran! Gue juga malu sih, argh kesel! Kenapa kita semua ketipu coba?!"

"Kalian ih, Kak Marsha pasti laper. Ayo ke ruang makan! Go go!" Seru Ella, menarik paksaMarshas ke ruang makan.

Rupanya, di ruang makan ada peserta Combined District yang lain. Ada Amanda yang asik makan ayam bersama Raisha dan Christy, tiga orang yang suka membunuh secara tragis.

Lalu ada Greesel, Gracie, dan Oniel yang asik bersenda gurau dipimpin Flora dan Lulu. Ada Freya, Fiony, Olla dan Jessi yang melambaikan tangan pada Marsja. Kemudian ada Gracia, Feni, Indah, dan Eli yang asik bermain tebak-tebakan dikompori oleh Lia. Yang terakhir ada Indira yang sibuk menata piring yang berantakan dibantu oleh Lyn.

"Hei, apa kabar?" Sapa Muthe pada Marsha. Serius, melihat Muthe tersenyum ramah seperti itu membuat Marsha merinding.

"Gak apa-apa, kak. Dia aslinya baik kok, baik banget malah," kata Adel "Jangan percaya Combined District, yang dilihat bukan berarti benar."

"B-baik," jawab Marsha terbata-bata.

Muthe senyum lagi. "Sini duduk, lo belum makan, kan? Makan yang banyak, tapi jangan maruk kayak Raisha."

"Hei kak, aku makan banyak biar tambah tinggi tau!" Seru Raisha tak terima.

"Lo udah tinggi begitu masa mau tambah lagi?! Gak boleh!" Protes Adel.

"Dih, lo siapa? Emak gue juga bukan!"

Raishas, gak boleh gitu sama orang yang lebih tua," tegur Lyn hendak melempar tulang ayam.

"Iya iya, kalian semua galak Raisha gak suka."

"Idih idih."

Dan ya, mereka semua bersenang-senang dan kembali ke District Base awal mereka.


















































































































"Eh, daripada bosen dan canggung begini, mau denger cerita, gak?!" Tawar Oline, suaranya cukup keras sampai membuat suasana berubah hening seketika.

"Cerita apa?" Tanya Michie antusias.

"Kalian duduk yang rapi ya, anak-anak," suruh Oline lalu berpindah posisi ke depan, ke dekat podium yang entah kenapa ada disana.

"Hai, kak."

Anindya yang baru saja duduk dibuat kaget. Dia menoleh ke kiri, Regie datang sambil tersenyum sebelum duduk di sampingnya.

"Apa kabar, kak?"

"Ehm, baik. Lo sendiri gi-"

"Heh, kalian nanti dulu dong ngobrolnya," potong Nachia kesal. "Kita semua mau denger cerita, jadi tolong diam dan jangan bersuara."

"Ekhem! Semuanya diam! Gue mau mulai jelasin nih!" Seru Oline sambil mengetuk-ngetuk dinding dengan sendok.

"Mulai tinggal mulai, kita penasaran nih!" Kata Lana balas berseru.

"Oke deh. Gue mau cerita fantasi, cerita turun-temurun di keluarga gue dan Erine. Eits, jangan potong ucapan gue! Jadi, keluarga gue dan Erine itu sahabatan, keluarga gue dan Erine suka ceritain ini ke keturunan selanjutnya."

Erine berpikir keras, sepertinya dia tahu.

"Lin, maksud lo cerita-"

"Iya, rin," potong Michie menunjukkan senyumnya.

"Kalian semua mau tau, kan?"

"Mau lah!" Jawab Delynn ngegas sambil menggebrak meja.

Ribka mendelik. "Hoi, minumnya jadi tumpah ke celana gue, kan!"

"Ish, diem dulu napa! Gue mau cerita nih!"

"Kacangin aja mereka, abaikan," kata Shasa. Senyum Oline muncul lagi, dia berdeham lalu lanjut berbicara.

"Jadi, di cerita ini ada wilayah-wilayah gitu. Keren deh pokoknya, gue suka banget sama ceritanya."

"Judulnya dulu dong! Masa mau cerita gak kasih tau judul!" Keluh Gendis sengaja memanas-manasi agar Oline kesal.

"Ck, iya-iya! Nih, kalian semua pasti gak pernah denger cerita ini."

"Memangnya cerita apa?"

Oline tersenyum miring.























































































"Vendetta, The Myth of Vendetta, selamat mendengar ceritanya, teman-teman!"


































































































tbc

Comment