14

Indah tak sanggup berjalan lagi. Semakin lama, badannya semakin lemas, keringatnya bercucuran. Wajahnya pucat pasi, kehilangan banyak darah.

Darah di tangan kirinya ia sumbat menggunakan rompinya, tapi percuma. Darah terus keluar, ia tidak akan bertahan.

Pada akhirnya, ia perlahan jatuh, bersandar ke pohon besar dengan mata terpejam. Rasanya sakit, sangat sakit.

Ia meringis, rupanya ia tidak dapat bertahan lebih lama lagi. Badannya terasa seperti melayang di udara, semuanya buram.

Pedangnya ia letakkan di samping, pedang yang tidak lagi baik kondisinya. Kejadian semalam kembali terputar di benaknya.

Raisha dan Indira melawan robot itu berdua, mengulur waktu agar ia bisa pergi. Dasar, anak itu benar-benar melindunginya, bahkan ketika robot itu hampir menebas kepalanya.

Dia tersenyum, dia tahu kalau mereka adalah anak yang baik. Tapi, lingkungannya lah yang menyebabkannya menjadi seorang psikopat yang haus darah. Apalagi dia dimasukkan ke dalam Combined District, seharusnya dia tidak ada disini.

"Sebentar lagi ya..."

Indah tersenyum, menatap langit yang cerah, namun semuanya semakin buram.

Srak srak

Mendengar suara langkah kaki dari arah depan, dia tersenyum getir. Dia kalah di depan peserta lain, rasanya... dia tidak dapat menerimanya.

Tapi, takdir berkata lain. Ketika dua peserta tersebut berjalan ke arahnya, Indah tak dapat menahan rasa sakitnya lagi, kemudian semuanya gelap.

"Indah Putri Out."































































"Tutup dia pakai kain, mayatnya gak bisa dibiarin begitu aja," suruh seorang perempuan dengan langkah tertatih-tatih.

Rekannya mengangguk, kemudian mengeluarkan kain selimut dari dalam tas, lalu menutup wajah Indah.

"Sekarang, kita mau kemana?" Tanyanya kemudian.

Perempuan itu menatap lurus ke depan. "Ayo kita cari pemeran utama permainan ini."


























































Amanda menendang batu di depannya dengan keras. Tapi sedetik kemudian, dia langsung meloncat-loncat sambil memegangi kakinya.

Sakit cuy.

"Aish, itu anak kemana sih?!" Umpatnya emosi, dia belum juga menemukan Adel. Padahal dia sudah mencarinya kemana-mana, anak itu bersembunyi dimana sih?

"Katanya dia tau cara keluar dari sini, apa jangan-jangan gue dibohongin?"

Hmm, otak Amanda mulai bekerja. Keluar dari sini? Rasanya mustahil, sebab semua yang ada di dalan Combined District dipantau dan diatur. Tidak mungkin ada yang bisa melarikan diri, kecuali kalau memang bisa.

"Adel, lo ada dimana?" Gumamnya sambil melirik sekitar. "Dia gak punya senjata selain pisau kecil, dia gak akan mampu bertahan kalau keluar dari tempat persembunyiannya."

Amanda lanjut mencari, dia akan menemukan Adel apapun yang terjadi. Anak itu harus diberi pelajaran, bisa-bisanya dia membuatnya marah.

Disaat semua orang takut padanya, hanya Adel yang berani, bahkan meledeknya, menantangnya, juga berteriak padanya.

"Hmm, menarik juga."

Amanda menyunggingkan senyum miring penuh arti, lalu terkekeh kemudian tertawa kecil.

"Dih, ketawa sendiri. Lo kesurupan?"

Tawanya langsung berhenti, lirikan tajam ia tunjukkan pada dua orang yang menertawainya. Dia ingat siapa mereka, mereka adalah Jessi dan Fiony.

"Kalian juga kenapa ketawa? Kesurupan?" Balas Amanda membalikkan perkataan Jessi barusan.

"Suka-suka dong, ketawa kan bikin awet muda," balas Jessi tak mau kalah.

"Heh, gak usah bahas muda-mudaan bisa gak?"

Amanda mencebikkan bibirnya kesal, membahas soal umur, dia langsung ingat ejekan Adel padanya. Sial, anak itu benar-benar ya...

"Lo sendirian, kan?" Tanya Fiony, sengaja ingin berbasa-basi.

"Kenapa emangnya? Gue walaupun sendiri bahagia kok," balas Amanda dengan dagu terangkat. "Lah kalian, udah berdua, suka ngetawain orang, kurang bahagia hidupnya?"

Tawa Fiony langsung berhenti, senapan yang sejak tadi ia tenteng ia todongkan pada Nicholas.

"Banyak omong."

Peluru ditembakkan, tapi Amanda berhasil menghindar.

"Eits, gak kena~"

"Eits gak kena lagi~ ciee noob," ejek Amanda sambil jingkrak-jingkrak.

Tangan Fiony terkepal, ia isi peluru senapannya, kemudian kembali menembak ke depan.

DOR!

DOR!

DOR!

DOR!


"Haha, gak kena, gak kena!"

Fiony menganga, bagaimana bisa Amanda menghindar secepat itu?! Berkali-kali?! Apa dia punya jurus seribu bayangan? Atau dia punya kekuatan untuk bergerak cepat?

Ah, memangnya ini cerita fantasi.

"Kalian ini, ayo dong," tantang Amanda, lalu tertawa terbahak-bahak.

Jessi melirik Fiony, memberi rekannya kode, dan Fiony kemudian melempar granatnya ke depan.

























































Asap mengebul di udara, Jessi dan Fiony meringis setelah terlempar akibat ledakan. Mereka berdua segera berdiri, melihat ke depan.

"Dia udah mati, kan?" Tanya Fiony. "Dia pasti kena ledakan, itu ada kain disana."

Jessi mengangguk. "Bagus kalau gitu, ayo cari orang lain untuk kita kalahin supaya menang."

Baru saja hendak pergi, Amanda muncul dari arah belakang sambil mengangkat belatinya tinggi-tinggi.

"Sorry, gue gak suka main-main."

Amanda menendang tangan Fiony, senapannya pun terlempar. Amanda menyeringai, dia menusukkan belatinya ke leher Fiony, kemudian merobeknya sampai ke dada.

Fiony jatuh, tak bisa bernafas. Amanda tertawa, mata tajamnya melirik Jessi, target selanjutnya.

"Lo pikir, gue gak tau lo punya granat. Ckck, seharusnya jangan gegabah dong. Good bye~"

Amanda menyerang Jessi, menikam dadanya. Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan, ia meraih leher Jessi, kemudian memutarnya, dan mematahkan tulangnya.

"Satu lagi, baru pergi."

Sambil tertawa, Amanda menancapkan belati miliknya, tepat di kening Jessi.

"Meisie Jessi, Sofiana Fiony Tantroom Out."




































































Dan itulah alasan mengapa ia ditakuti semua orang.















District Hurricane, Base 5
Indah Putri - Out

District Hurricane, Base 4
Meisie Jessi, Sofiana Fiony Tantroom - Out

Game Over

Comment