Home


Sepeda berwarna hitam itu berhenti di salah satu kafe di 9 Straatjes. Si pemilik- Mark Lee, memarkirkan sepeda tersayangnya sebelum berjalan masuk ke dalam kafe.


"Welkom!"


Sapa pegwai kafe yang di balas Mark dengan senyum simpul. Mark tidak langsung memesan minuman namun yang di lakukan pria itu malah mendekati sosok manis yang duduk di meja yang menghadap kearah jendela besar, menampilkan jalanan yang masih basah mengingat hujan yang sebelumnya mengguyur kota Amsterdam.


'Cup..'


Sosok manis itu menghentikan gerakan tangannya yang sebelumnya bergerak kesana kemari di atas buku sekestanya. Sosok manis yang bernama Na- salah, Lee Jaemin meletakan pensil kemudian menarik kedua ujung bibirnya sehingga menampilkan senyuman manis untuk Mark Lee seorang.


"Goedemiddag"


Mark mengusak surai coklat madu milik Jaemin dengan gemas. 5 tahun menetap di Amsterdam namun tidak juga merubah aksen Jaeminnya bahkan hanya untuk sapaan selamat sore.


"Hampir lupa" Mark baru teringat pada sesuatu yang di sembunyikannya di balik punggung "Beruntung saat ini sudah memasuki bulan Mei, jadi tidak sulit untuk mendapatkan tulip" Mark menyerahkan beberapa bunga tulip putih yang tersusun rapih dengan berbalutkan kertas coklat.


"Dank je wel"


Masih dengan aksen khasnya Jaemin berucap terimakasih sembari menerima tulip pemberian Mark. Mark sendiri kembali mengusak surai coklat madu milik Jaemin dengan gemas.


"Coklat panas?" Mark menyerit bingung menatap mug yang berisikan coklat panas, kemana perginya americano yang menjadi favorit Jaemin sejak dulu.


"Ah itu" Jaemin tersenyum manis kearah Mark "Ingin menebak kenapa aku meminum cokelat panas?"


Mark mengerang pelan, ia tidak pernah menyukai hal berbau tebak-tebakan tapi dengan sengaja Jaemin menyuruhnya menebak?


"Ayolah hyung, hanya menebak" Jaemin gemas sendiri karna Mark yang hanya mengerang frustasi.


"Karna kau sadar kopi itu tidak sehat?"


Jaemin memutar bola matanya malas "Tebak lagi"


"Kau sakit maag?" Mark kembali mengerang frustasi "Apa sulitnya tinggal mengatakan yang kau maksud Na?"


Jaemin kembali memutar matanya malas, bukannya menjawab tapi pemuda manis itu merapihkan barang barangnya yang sebelumnya berserakan begitu saja di meja.


"Sayang, jangan marah" Mark menggoyangkan pelan lengan kurus milik Jaemin yang sudah memasukan buku sketsa dan alat-alat gambarnya kedalam tas.


"Aku tidak marah" Jaemin menahan tangan Mark yang tengah menggoyangkan tangannya "Tapi kau harus menunggu kejutanmu sehabis makan malam"


"Sayang..."


"Ayo Mark, aku harus memasak makan malam"  Jaemin menarik tangan Mark. Mengajak pria itu untuk meninggalkan kafe.



"Dimana sepedamu?" Mark mengedarkan pandangannya namun tidak juga menemukan sepeda putih milik Jaemin.


"Aku tidak membawa sepeda hari ini" Jaemin melangkah mendekati sepeda hitam milik Mark "Karna aku ingin pulangnya di bonceng hyung" Jaemin kembali menampilkan senyuman manisnya dengan pipi yang memerah.


Mark mengerutkan dahinya, ada apa dengan Jaeminnya? bukannya tidak suka jika harus membonceng Jaemin- senang sekali malah tapi Jaemin biasanya tidak suka di bonceng karna katanya dirinya cukup kuat untuk membawa sepeda sendiri tapi sekarang?


"Hyung ayo, aku harus memasak"


"Oke oke" Mark tersadar dari lamunannya, menyusul Jaemin yang sudah menunggu di dekat sepedanya.



Jaemin meletakan Stamppot makanan khas negara kincir angin ini yang merupakan  kentang tumbuk dicampur dengan beberapa sayuran hijau dan wortel di hidangkan juga dengan sosis berukuran cukup besar. Mark sendiri menatap Stamppot itu dalam diam, dia bukannya bosan dengan makanan khas negara ini tapi nyatanya lidahnya terkadang masih merindukan masakan negara asalnya, Korea.


Semenjak menetap di Amsterdam, Jaemin tidak pernah menghidangkan masakan Korea. Mark tau alasan sosok manis itu yang seolah melupakan tanah kelahirannya sendiri tapi apa Jaemin benar benar tidak merindukan Korea?


"Kau tidak ingin pulang?"


Jaemin yang semula menikmati Stamppot dalam diam kini menghentikan kegiatannya, menatap kearah Mark "Kita sudah di rumah" jawabnya datar.


Mark menggeleng singkat "Maksudku Korea"


"Aku tidak memiliki keluarga lagi di Korea" ucap Jaemin dengan datar, bahkan sosok yang biasanya selalu tersenyum manis kini hilang dalam sekejap.


"Ada, orang tuaku juga orang tuamu Jaemin" Mark meraih tangan kurus Jaemin, mengusap pelan punggung tangan Jaemin dengan ibu jarinya "Kau istriku, keluargaku artinya keluargamu juga"


"Seharusnya seperti itu" Jaemin menarik tangannya "Sayangnya ibumu tidak pernah mau mengakui aku sebagai menantunya..."


Mark menghelakan nafas. Mengingat bagaimana hubungan antara Jaemin dengan Ibunya yang jauh dari kata baik dan ibunya juga yang menjadi salah satu alasan Mark dan Jaemin meinggalkan Seoul dan memilih menetap di Amsterdam tapi kejadian siang tadi-



flashback!


Mark mengerutkan melihat ponselnya yang bergetar menandakan panggilan masuk tapi yang membuatnya bingung adalah kode nomor panggilannya


'+82'


Mark masih ingat dengan jelas +82 merupakan kode telepon dari Korea Selatan. Negara asalnya.


"Hallo?"


"Mark?"


"A-appa?" Mark melebarkan matanya mendengar suara ayahnya. Orang yang ia tinggalkan tanpa mengucapkan pamit.


"Apa kabar anakku?"


"Baik, bagaimana dengan Appa?" Mark mencoba berbicara senatural mungkin.


"Baik..."


Mark mendengar helaan nafas di sebrang sana, sepertinya ayahnya tidak benar benar baik.


"Tapi eommamu tidak..."


Mark membelakan matanya kaget.


"Eommamu sakit Mark..."


Mark masih tidak bersuara.


"Dia bilang, dia ingin menemuimu yang katanya...mungkin untuk terakhir kalinya"


Mark menggeleng keras "Appa jangan bercanda!"


"Apa hal seperti ini pantas menjadi lelucon?"


Mark mengigit bibirnya.


"Pulang nak, appa mohon....untuk eommamu"


flashback end!


"Eomma sakit, Appa ingin aku pulang"


"P-pulang?" Jaemin menatap Mark penuh tanya.


"Ya Jaemin, pul-"


Belum sempat Mark melanjutkan kalimatnya, Jaemin sudah berlari meninggalkan Mark di meja makan. Mark menghelakan nafas berat tidak menduga reaksi Jaemin.



"Sayang..." Panggil Mark lembut. Mark mendekati Jaemin yang memunggunginya. Mark tidak buta, ia melihat jelas bahu Jaemin yang bergetar. Di raihnya pemuda kurus itu kedalam pelukannya membiarkan Jaemin menangis di pelukannya.


"Hyung?" panggil Jaemin setelah berhasil menghentikan tangisnya "Hyung ingin pulang?" suaranya bahkan masih begitu serak.


"Eomma sakit, sayang" Mark mengelus surai coklat madu milik Jaemin.


"Lalu hyung mau pulang dan meninggalkan aku disini?"


"Apa? Jaemin jangan konyol"


"Tapi hyung bilang appa meminta hyung pulang hiks dan bagaimana denganku? bagaimana dengan anak kita? hiks"


"Jaemin apa kau bilang?" Mark melepaskan pelukannya dan kini memegang kedua bahu Jaemin.


Jaemin menundukan kepalanya "Hiks...Aku hamil" Setelah itu Jaemin kembali menangis.


Mark terdiam sesaat, mencerna ucapan Jaemin dengan baik baik.


"Sayang? kau bilang kau hamil?" Mark menangkup pipi Jaemin yang masih basah karna air mata.


"Itu tidak penting karna hiks hyung mau meninggalkan kami" Jaemin menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.


"Hei sayang dengarkan aku" Mark meraih kedua tangan Jaemin "Tatap aku sayang" ucap Mark lembut. Jaemin menaikan kepalanya, menatap Mark dengan mata yang masih basah.


"Aku akan pulang tapi denganmu" Mark menghapus air mata Jaemin "Korea tidak akan menjadi rumahku tanpa membawamu, kau tau kenapa?"


Jaemin menggeleng pelan.


"Because wherever i go, you bring me home"


TBC/END?


INI WORK APAAN WOI 🙃.
MAAF GAK JELAS


ada yang mau sequelnya? kalau banyak yang mau ku buat deh wkwkwk

Comment