AWAL

Imbilaa
~2022~

.
.

Siapa yang tahu takdir? masa depan atau peristiwa terjadi? Tak bisa diduga. Nyatanya semuanya sudah diskenario, takdir sudah ditentukan. Yang artian mereka, sembilan gadis dengan perbedaan mendalam memang sudah ditakdirkan bersama. Dan itu singkatnya.

-

Jika diceritakan awal mulanya mereka saling kenal dan berakhir bersahabat tidak akan ada habisnya. Intinya mereka sudah bersahabat tiga tahun lamanya, menjalani masa-masa ospek dan kuliah bersama. Tinggal di kost-kost an bukan berarti mereka itu miskin, hanya saja dari awal perjanjiannya begitu. Perbedaan wilayah jelas mempengaruhi, dan karena itu mereka bisa sedekat ini hingga dinobatkan sebagai 'sahabat sehidup semati'.

Jika mengingat masa ospek, adalah masa yang paling lucu kesembilan gadis itu alami. Datang terlambat hingga mendapat hukuman bersamaan. Sebab, mereka tidak akan pergi jika yang lainnya belum siap. Jadi sudah tau sedekat apa mereka kan?.







Pagi ini seperti biasa kost-kost an bu Emy selalu ramai dengan para penyewa kost, terlebih lagi kesembilan gadis itu. Bedanya, hari ini tidak lengkap. Yang artian di hari Kamis ini, tidak semua dari mereka ada kelas pagi.

Kicauan burung dipagi hari nyaris kalah karena gerutuan salah satu gadis berambut hitam legam dibawah bahu. Yang dari tadi mengocehkan jika ia bisa terlambat.

Ella yang notabenya satu kamar kost dengan Seli hanya mampu mencuri lirik pandang pada sang empu yang sedari tadi mengoceh.

"Astagaaa dimana sih mereka, ada kelas gak sih El?" Ella yang sedari diam merespon cengo pada Seli yang bertanya padanya.

Sambil diam sejenak, seakan memikirkan sesuatu lantas ia menjawab. "Yura, Fanya, Arin sama Sienna ada kelas pagi kok. Tenang, mungkin bentar lagi mereka keluar."

Seli menurunkan sudut bibirnya cemberut, sudah biasa jika tunggu-tungguan seperti ini. Namun kali ini berbeda. "Udah 15 menit kita nunggu El, mereka bangun belum sih?"

"Coba bentar-bentar, ehh tuh Arin sama Sienna." Niat ingin menelfon Arin tidak jadi karena melihat kamar dengan pintu putih di bagian pojok terbuka, menampilkan dua sahabatnya Arin dan Sienna yang tengah berjalan sambil memperbaiki penampilannya.

Mendongak dengan tubuh tegap, menghembuskan nafas lega. Seli menyilangkan kedua tangannya di depan dada, dan wajah datar kelewat judesnya.
"Sumpah kalian tuh kenapa sih lamaa banget, telat ntar!"

"Yeuu sabarlah, di mana yang lain?" tanya Arin menolehkan kepalanya melihat beberapa pintu kost yang masih tertutup rapat.

"Tau, masih kalian aja." Respon Ella memakai kembali  totebag coklat polosnya.

Sekarang ini mereka berempat sedang berada ditangga, tempat biasa menunggu. Sengaja memang memilih kamar saling bersampingan di lantai dua.

"Ehh nunggu lama ya? Sorry tadi Joanna mandi lama banget" kata Yura yang membuat keempat gadis di sudut tangga menoleh padanya.

"Lily sama Joanna gak ada kelas pagi?"

"Enggak katanya, tinggal siapa nih?" balas Yura menjawab pertanyaan Sienna sambil bertanya.

"Tinggal--"



"Tinggal gue kan? Oh sorry. Yok berangkat!" Ella yang akan menjawab terpotong ucapannya kala Fanya datang dengan langkah buru-buru.

Seli mengajukan pertanyaan "Dimana curut?"

"Masih molor." Jawab Fanya yang mengerti siapa yang dimaksud 'Curut' jika bukan Jasmine.


















-

"ASTAGA-ASTAGA." Seli sedikit terkejut kala pekikan Arin yang berada disampingnya. Otomatis dirinya memberhentikan langkahnya sama seperti Arin.

Gadis dengan rambut hitam sepinggang itu menoleh pada Seli, raut wajahnya tak biasa membuat Seli mengernyit atas kebingungannya.

"Kenapa Rin ada apa?" tanya Seli menatap lekat pada Arin yang terkesan risau sendiri.

Mengacak sedikit rambutnya. "Aduh sel gue lupa bilang kalo nanti ada rapat sama anak BEM. Sumpah gue lupa gak inget."

Seli terdiam sejenak, mengerti pada sahabatnya yang selaku anggota BEM. Tangannya memegang bahu Arin guna menenangkan agar tak panik.

"Gakpapa lah santai aja, emang kenapa?"

"Duh masalahnya bukan gitu Seli, kalian kan selesai kelas langsung pulang. Sedangkan gue ada rapat gimana coba?"

"Yaudah sih Rin gak perlu sepanik itu, gue sama Fanya bisa langsung pulang sama Sienna. Ella kan dijemput pacarnya."

Sedikit tenang mendengarnya."Iya tapi serius gakpapa? Atau mobil gue lo bawa aja?" tawar Arin tak enak, masalahnya hanya dia dan Sienna yang membawa mobil hari ini. Dan ia sendiri bahkan lupa memberitahu temannya jika ada rapat mendadak.

"Gausah, Sienna selesai langsung pulang juga,"

Melirik singkat pada ruangan tiga langkah didepannya."Yaudah tiati lo, gue udah sampe bye selamat berjalan kaki seratus lima puluh meter lagi!" tambah Seli sembari berjalan masuk gedung fakultasnya.

"Dih anjing dasar!" seru Arin mendengus dan melanjutkan langkahnya buru-buru menuju gedung fakultasnya sendiri.















Setelah berpisah di pertigaan koridor, Ella yang mendapat panggilan telepon sontak menghentikan langkahnya. Mengode teman-temannya untuk duluan pergi ke gedung fakultasnya masing-masing.

"Halo" sapanya setelah memencet tombol hijau di layar ponselnya

"Sayang kamu udah dikampus?"

"Udah, maaf lupa ngabarin"

"Yaudah, nanti pulang aku jemput"

"Iya. Misal kamu lagi sibuk gak perlu jemput kok"

"Enggak, udah selesai semua sayang"

"Yaudah oke, udah dulu ya. Takutnya ntar keburu masuk"

"Iya, see you sayang"

"See you too"

Bip



















Gedung fakultas prodi Kedokteran dan Ilmu keperawatan bisa dikatakan sebelahan. Seperti biasanya, dua gadis ini yaitu Sienna dan juga Yura berjalan beriringan menuju gedung fakultas masing-masing. Setelah berpisah dengan teman-temannya,
keduanya melangkah buru buru guna mengindari ketelatan. Saat sudah berada di gedung besar dengan tulisan 'Prodi Ilmu Keperawatan' sebagai penanda keduanya berhenti.

"Gue masuk duluan ya Sen"

"Iya. Ntar kalo udah selesai chat gue aja." Jawab Sienna merespon ucapan Yura.

Mengangguk singkat lantas mendorong knop pintu kaca ruangan tersebut, dan Sienna turut ikut pergi melangkah tak jauh dari gedung fakultas Yura. Hanya terpaut kurang lebih lima belas langkah menuju gedung fakultas Kedokteran unit III, dirinya juga mendorong knop pintu kaca dan mulai memasukinya. Mendengarkan sedikit kegaduhan di kelasnya, wajar saja di jam-jam segini anak prodi kedokteran hampir sepenuhnya lengkap.

"Oi Sie tumben telat 15 menit?" Sienna sedikit terkejut ketika baru sampai sudah mendapat pertanyaan dari salah satu teman sefakultasnya, Mayra.

"Hah masa? Tapi bu Edelyn belum dateng kan?"

Mayra menggeleng dan menarik Sienna untuk duduk di kursinya. "Duduk gih, tugas lo udah?"

Sienna yang ditanyai mengangguk sembari mendudukan diri di bangkunya. "Udah."









Bug

"Awww anjing sakit" keluh gadis dengan mata tajam kucingnya yang baru saja memasuki kelas yang ramainya kurang ajar.

"Buahahaha sorry nya, gak sengaja." Suaranya familiar dan Fanya tahu siapa pelaku yang melemparkan tas pada tubuhnya.

"Gak sengaja mata lo. Ekspresilo biasa bisa gak? Jelek banget jijik gue." Ketus Fanya menghina lawan bicaranya.

Pria dengan setelan bisa dibilang sweater itu mendadak masam. "Idih yang sok cantik crushnya anak rektor ini."

"Bajingan diem!" sentak Fanya menduduki kursinya.

"Kenapa takut dihujat ya wkwk." Walaupun disuruh diam sekalipun, pria dengan wajah udik dan kusam menurut Fanya ini tetap tak mau dihentikan. Definisi kaum menyebalkan memang.

"Bacot!"












Brak

Pintu kamar kost dengan tulisan huruf C dibagian pintu terbuka dengan kerasnya. Sang pelaku yang membuka pintu tanpa tak tau dirinya berdecak sebal. Melihat seorang gadis tidur tanpa merasa terganggu dan satu gadis lainnya memegang dadanya yang berpacu.

"Anjing Jo santai dong, gue kaget!" seru gadis berponi yang tadi memegang dadanya. Untung dia sehat-sehat tak mengidap penyakit jantung atau semacamnya.

Tak perduli dengan yang diucapkan Lily, Joanna melangkah masuk ke kamar itu dan berjalan ke arah ranjang sebagai tempat tidur perempuan yang layaknya mati suri.

"Belum bangun?"

"Belum liat aja noh, tidur berasa kek mati suri nih anak." Jawab Lily menunjuk temannya yang masih tertidur pulas.

"Curutt bangun hehh!" seru Joanna, tangannya tak tinggal diam menggoyangkan tubuh temannya itu, Jasmine.

"Emm apasih jangan ganggu!" Jasmine bergerak ringan, mengeluarkan suara paraunya dan menepis tangan Joanna yang menggoyangkan tubuhnya.

Disisi lain Lily hanya diam memperhatikan, berdiri di dekat meja belajar. Untuk urusan seperti ini sebenarnya sudah menjadi kerjaanya, tapi hari ini ia sedang malas, tenaganya belum terisi karena belum sarapan.

Joanna tak berhenti, tangannya yang ditepis tadi kembali memberi gangguan. "Jangan ganggu jangan ganggu, lo bilang ada kelas siang."

"Sttt masih pagi juga." Kata Jasmine mengode dengan menunjukkan jari telunjuk didepan mulutnya. Matanya tetap terpejam, seakan tak direlakan terbuka.

Melotot dengan wajah galak, Joanna berdiri tegap dan berkecak pinggang ."Pagi matalo ini jam sebelas atau lebih tepatnya jam sebelas lebih lima belas menit JASMINE SOOYA ANEEYA!!"

"APAAA?"

"Nahlo" gumam Lily terkekeh.

"Lo kebangeten banget deh baru bangunin gue, yakin nih pak Samsul ngamuk tujuh turunan." Rasa kantuk yang tadinya masih ada kini berganti, Jasmine duduk tegap dengan tampilan ewhh acak-acakan.

"Ya gak bakalan ngamuk kalo lo bukan langanannya telat!" ujar Joanna.

"Perasaan Joanna lebih mageran gak kayak lo deh tidurnya, lo tuh anak begadangan banget si anjir." Cetus Lily berceletuk.

"Hehh bukannya begadang, gue cuma suka ngayal merangkai masa depan sebelum tidur." Sudah cukup, Joanna muak. Jasmine dengan halunya adalah musibah.

"Mimpi-mimpi gitu aja hidup lo gak ada kemajuan" Hina Joanna.

"Bangun terus mandi kalo gak mau telat, gue juga jijik sama wajah dekil lo itu!"

Dan Lily sukses tertawa atas ucapan Joanna berbeda dengan Jasmine yang mendadak masam tak terima.






-

Tujuh pria itu sedang ramai ramainya membuat kegaduhan di kantin fakultas Manajemen. Tapi tak ada satupun mahasiswa atau mahasiswi lain yang berani mengusik atau setidaknya meminta tak bergaduh.

Need to know mereka ini tonjolannya kampus. Tidak semuanya, hanya saja yang berteman atau akrab dengan beberapa diantaranya dipastikan juga ikutan terkenal, famous dalam istilah.

Mereka masih kurang lengkap, pembentukkan circle bagai serbuk berlian itu memang termasuk besar. Setidaknya ada delapan orang pria tampan yang mampu memikat para mahasiswi walau hanya dalam lirikan saja.

Kondisi di meja panjang paling pojok dekat jendela itu ramai ulah bercandaan salah satu pria lontarkan. Namun itu tak berlangsung lama ketika satu orang pria dengan warna kulit coklat tan datang dengan wajah lesunya. Meletakan setangkai bunga mawar yang sudah terlihat layu ke meja dengan kasar, yang jelas saja mengundang para pemuda yang tadinya tertawa kini mengernyit bingung menatapnya.

Srett

Suara tarikan kursi cukup kencang, hingga membuat para mahasiswa mahasiswi di kantin sedikit terganggu acara makannya.

"Kenapa?" pria dengan rambut coklat lebih cepat bertanya dahulu.

Pemuda yang ditanya menatap lurus pada sang penanya dihadapannya tepat. Wajahnya tampak kacau kalo dibilang.

"Sialan gue ditolak."

Maka beberapa dari mereka sukses tertawa yang membuatnya mendengus kesal. Bukannya iba malah ditertawakan, benar-benar teman laknat.

"Lo ditolak sih wajar." Celetuk salah satu pria dengan senyum kotaknya.

"Diem lo Vaden!" sentaknya tak terima.

Dega cowok dengan pawakan hampir mirip dengan Bima si rambut hitam sedikit panjang itu berkomentar "Gue sih juga yakin lo bakal ditolak."

"Lo juga, sadar diri!" serunya menatap kesal pada Dega.

"Perasaan gue ganteng, care, kurang apa coba?" kata Mevan pria yang berlesu tadi mendeskripsikan dirinya.

"Ganteng gak menjamin, cewek tuh juga suka sama cowok baik dan gak petakilan." Cowok dengan balutan jaket kulit itu menjawab pertanyaan Mevan.

Mevan sendiri mengernyit menatap Raga, cowok yang menjawab pertanyaannya barusan. Tapi kalo dipikir-pikir dia itu baik, tapi kalo petakilan sih sedikit ia akui.

"Tambahan cewek itu realistis." Kata Bima yang menyilangkan tangannya didepan dada.

"Matre aja kali." Celetuk Dega mendengus.

"Kalo sampe ada cewek yang denger, gue gak bisa jamin lo aman Deg" Jayden, pria dengan dimple dipipinya itu mengingatkan.

Mengusak rambutnya kasar hingga berantakan, Mevan berasa frustasi sendiri.

"Padahal gue udah suka sama dia, lama. Gue baik-baikin dia, tapi responnya sama aja cuek. Malah kadang diabaiin kek gak ada harga dirinya gue sebagai cowok." Curhat Mevan yang menjadi tatapan para teman-temannya.

"Lo pikir gue enggak, siang malem sering chat dia tapi gak pernah dibales. Gak tau deh sekarang atau mungkin nomer gue diblokir." Dega merasakan hal yang sama, mencurahkan apa yang ia rasakan.

Para pendengar hanya diam, bingung mau berkomentar apa.

Ezril ikut buka suara "Seleranya mungkin emang high banget bro, mundur aja udah."

"Hooh, daripada makan hati. Bayangin hampir seluruh nih anak cowok di kampus pernah nembak dia, bahkan gak ada sama sekali yang dia terima. Ya mulai kemarin gue coba buat move on sih, cewek bukan dia aja man jangan baperan jadi cowok."

Dega sedikit tak suka dengan perkataan Bima, ingin merespon tapi kalah cepat dengan kata yang Mevan ucapkan.

"Kita taruhan, siapa yang bisa dapetin dia, dia pemenangnya. Dan mobil lamborghini hadiahnya gimana?

Dega terbelalak dengan tawaran Mevan berikan, beda halnya dengan sahabat-sahabat lainnya yang kini mungkin syok.

"Tunggu-" Raga tercekat, susah menelan ludahnya. Ini bukan masalah lamborghini tapi, taruhan? Cewek? Maksudnya?

"Bentar bentar siapa cewek yang kalian maksud?" tanya Jayden pria berdimple mengernyit heran. Namun tetap tenang, sedari awal ia tak tahu-menahu siapa yang mereka bahas.

"Sienna, anak prodi kedokteran." Bukan Mevan, Bima ataupun Dega yang menjawab melainkan Vaden yang sekiranya sudah tahu.

"Bajingan anak nya pengacara ternama di Australia? Jangan gila." Ezril sedikit tak habis fikir bagaimana bisa membuat taruhan dan Sienna sebagai taruhannya. Jelas ia tahu siapa, sikap, bahkan pekerjaan orang tua si gadis. Dikampus selalu menjadi tranding topik akan cantiknya si gadis blasteran Australia itu.

"Kenapa? Gak masalah lah." Mevan merespon santai dengan kekehannya. Mau bagaimnapun perjuangannya mendapatkan hati cewek itu harus berhasil.

Membuat satu pria yang sedari tadi diam mengepal tangannya emosi. Sebrengsek-brengseknya mereka taruhan adalah hal paling cupu baginya.


Brakkk

"Jangan macem macem! Gak ada taruhan, lo pikir cewek apaan HAH?" semua, maksudnya para pria tadi diam dan bersusah payah menelan ludahnya bahkan para penghuni kantin beberapa ada yang terlonjak kaget melihat betapa kerennya seorang Arel membentak.

"Kenapa lo marah, ada masalah?" meski tadinya takut, Mevan sekarang bertanya dengan nada meremehkan.

"Ibu lo perempuan jangan jadi cowok brengsek yang bisanya permainin cewek. Lo berurusan sama gue kalo lo berani nglakuin itu!" ancam Arel menatap tajam Mevan, berdiri dari duduknya kemudian pergi tanpa pamit.

Jujur saja Arel dengan segala kemarahannya adalah tanda bahaya, dan mereka semua hanya mampu diam tak berani membantah.



Boy Cast

Ketua DPM

Wakil Ketua DPM

Gubernur BEM

Wakil Gubenur BEM

Anak Rektor




Cast lain akan menyusul

'Cerita ini hanya fiksi, jika ada kesamaan nama tokoh, latar mohon dimaklumi'

Chapter ini sudah direvisi
-21 Juni 2022

Comment