11


"Apa yang kamu cari?"

Clara menoleh mendapati Emily. Di dalam dapur, Clara terlihat berdiam diri memperhatikan sekitar. Hal itu membuat Emily yang sering berada disana peka dan langsung menanyai apa yang Clara butuhkan.

Gadis itu tersenyum tipis seraya menggeleng. "Aku kira kau menyimpan sesuatu untuk diminum selain air mineral."

"Kita punya coklat. Kau mau?"

Clara menunduk menghela nafas, bukan coklat yang ia inginkan. Sebenarnya tujuan Clara kesini untuk mencari susu. Dia ingin memberikan yang terbaik untuk kehamilannya. Tetapi mendengar jawaban Emily, seharusnya Clara sadar dia bukan berada di tempat normal yang ada pusat pembelajaannya atau toko toko berjajaran. Saat ini dia berada di kota mati. Dimana toko dan tempat belanjaan tak ada satupun yang tersisa. Jangankan menemukannya, perumahan pun tidak ada disini.

"Uhm, tidak aku pikir aku tidak menginginkannya lagi." Clara tersenyum kecil dan beranjak keluar.

Bukan hal yang biasa untuk Clara ketika menolak sesuatu dari Emily, hanya saja mood nya menjadi buruk karena tak bisa mendapatkan apa yang ia ingin. Selama ini, Clara belum memperhatikan kehamilannya semenjak ia tau dari Brenda. Clara terlalu takut dan bingung untuk harus melakukan apa. Orang orang sekitar juga nampaknya begitu sibuk sehingga Clara tidak tau perihal apa yang harus ia lakukan dan ia jauhkan.

Setaunya, sebagai perempuan yang hamil di usia muda pasti ada aturan mana yang boleh dan tidak. Dan Clara tidak tau apa itu. Emily, sebenarnya Clara ingin bertanya dengannya tetapi Clara ingat bahwa Emily tidak pernah merasakan hamil. Ingin bertanya saja Clara takut jika nanti dia melukai perasaanya. Pengakuan Emily bahwa dia tidak bisa hamil membuat Clara tidak enak untuk bertanya sesuatu tentang ini kepada perempuan itu.

Sudah enam hari lebih semenjak hari hari berat itu Clara lewati. Sudah enam hari pula Clara mulai berusaha terbiasa tanpa adanya Newt. Clara harus menyibukan diri agar tidak memikirkan suaminya itu. Tunggu.. benarkah? Seharusnya Newt sekarang menjadi suaminya.

Langkah Clara yang pelan semakin memelan ketika berpapasan dengan seseorang. Minho berdiri empat langkah di depannya. Clara terdiam tak melakukan apapun hingga pemuda itu beranjak mendekatinya.

"Hey, Clara?"

Clara tersenyum tipis, saking tipisnya sampai tidak terlihat bahwa dia membalas sapanya.

***

Thomas menyugarkan rambutnya yang basah oleh keringat kebelakang dengan jari jarinya. Hari ini begitu melelahkan. Terik matahari yang muncul seperti biasanya seperti jauh lebih panas dari pada hari hari lain. Pekerjaan Thomas harus lembur hari ini karena telah mengambil libur seharian. Belum lama ini dia sakit, dan banyak pekerjaan yang Ia tinggal demi mengistirhatkan tubuhnya.

Butuh seharian menjaga kondisinya kembali fit, karena sejujurnya Brenda sangat membantu kala ia terbaring lemah. Gadis itu menyiapkan sarapan, membantu mengompresnya, memberi obat, bahkan setia menemani Thomas tidur di luar hingga harus berpisah ranjang dengan Clara dan Cassie di kamar mereka.

Bisa dibilang Thomas cukup tersentuh. Brenda benar benar baik. Thomas bukan tidak tau mengenai perlakuan gadis itu, cowok itu cukup peka apa yang Brenda sembunyikan darinya. Sebagai seorang pria, Thomas tau perihal perasaan suka kepada seseorang, dan dia pernah merasakannya.

Seperti hari ini, Brenda kembali mendatanginya untuk membawakan air mineral. Thomas tidak terkejut lagi, dia selalu tersenyum dan menerimanya. Sejujurnya sampai saat ini, Thomas belum bisa melupakan sosok gadis yang belum lama ini.

"Thank you." Thomas tersenyum simpul lalu membuka botol itu, meneguknya dengan rakus.

Brenda mengangguk dan duduk di pasir. "Kau lembur hari ini?"

"Sepertinya begitu. Banyak pekerjaan yang sudah kutinggal."

Gadis itu menoleh, "Sendiri? Teman temanmu tidak ada yang membantumu?"

"Ya, kurasa begitu. Mereka juga sempat menawarkannya tetapi aku menolak. Mereka juga ingin punya waktu lebih dari pada pekerjaan."

Brenda mengangguk lagi. "Baiklah."

Mereka tidak bicara lagi.

Thomas memilih memandangi orang orang sekitar yang sibuk dengan kegiatannya sendiri. Pandangannya tertarik oleh Sonya yang tengah berbincang riang dengan Aris. Jika dilihat lihat pertemanan mereka sangat dekat sehingga jika orang yang tidak mengenalnya akan menganggap dia lebih dari itu.

"Mereka berpacaran?"

Brenda mengernyit, "Siapa?"

Thomas menunjuk objek yang dilihat dengan dagunya sendiri.

"Sepertinya. Aku lihat akhir akhir ini mereka sering bersama berdua. Lalu Harriet mulai berteman dengan Minho. Wah, benar benar secepat itu ya?"

"Minho?" Thomas membelak terkejut. "Wah bocah satu itu tidak mengatakan apapun tentang ini."

Melihat tanggapan Thomas yang kesal namun terlihat lucu membuat Brenda terkekeh. "Memang kenapa? Kenapa kau kesal."

"Tidak. Biasanya kita berbagi cerita tentang apapun itu. Tapi dilihat dari pertama kali dia melihat Harriet, sepertinya dia benar benar ingin mendekatinya."

Brenda tersenyum kecil. Pandangan mereka masih tertuju pada kedua remaja itu.

"Mereka berteman sudah sejak lama dan mulai menyukai sekarang."

Thomas mengangguk membenarkan.

"Itu artinya perasaan bisa datang kapan saja jika mereka mulai terbiasa." Brenda menatap Thomas penuh arti.

Mendengar penuturan Brenda langsung membuat Thomas menoleh melihatnya.

"Aku menyukaimu Thomas." Setelah memutuskan untuk berpikir sementara, akhirnya Brenda mengutarakan perasaanya.

"Aku tau kau akan menolak ku. Kenangan bersama Teresa jauh lebih banyak dari pada aku. Tapi, bisakah kau membalasnya?"

Thomas masih diam.

"Kau tidak perlu menjawab itu sekarang. Aku akan menunggu, aku tidak memberi batasan, aku akan menunggu sampai benar benar kau menyukaiku."

Brenda tersenyum padanya. "Aku lega bisa mengatakan ini."

***

"Maaf."

Tak ada jawaban dari Clara. Hanya deburan angin dan ombak yang menyapa telinga keduanya. Pemandangan matahari yang mulai terbenam menjadi view penglihatan Clara kali ini. Sementara Minho melihatnya dengan gugup.

"Aku tidak bermaksud."

Clara akhirnya menoleh untuk menatap Minho yang mulai terisak.

"Aku tidak pernah mau dia meninggal. Aku menyalahkan diriku karena tidak bisa menolongnya. Aku sungguh bersalah."

Clara menunduk tak kuasa ikut menahan sesak.

"Maaf, Clara. Aku juga kehilangan Newt, aku tak pernah mau ini Clara.."

Clara bergerak maju untuk memeluk Minho. "Ini bukan salahmu. Maaf aku sudah menyalahkanmu."

Minho balas memeluk gadis itu dengan bergetar karena tangis. "I miss him."

***

Penerangan dari api unggun menerangi sebagian dari gelapnya malam ini. Anak anak remaja right arms duduk mengitari api untuk menghangatkan badan mereka. Sembari melengkapi makan malam, mereka memutuskan membuat perapian ditengah camp.

Clara membawa selimut tebal yang kini terbungkus pada tubuhnya. Udara malam ini sangat dingin, mungkin karena siang tadi sangat panas. Makanan dipiringnya sudah habis. Clara mendengarkan percakapan teman temannya dalam diam. Dia melirik teman temannya satu persatu.

Banyak yang tidak Clara sadari selama ini bahwa mereka, kawanan Thomas dan kawanan Harriet mulai akrab. Clara bersampingan bersama Frypan, disebelahnya pria itu ada Harriet, lalu Minho, Aris dan Sonya duduk setelah Minho bersebrangan dengan Clara, lalu Brenda dan Thomas, terakhir Cassie yang duduk di sisi kananya.

Aris dan Sonya tertawa bersama. Minho dan Hariet terlihat serius membicarakan sesuatu sesekali tertawa. Brenda terlihat bahagia mengobrol bersama Thomas, sedangkan pria itu terlihat normal. Melihat itu Clara melirik Frypan. Pria itu nampak memalingkan pandang dengan raut sedih. Clara tau sebelum Frypan memberi tau.

Menghela nafas, Clara menyenggol bahu Frypan dengan akrab. "Hey, kau tidak memakan satenya? Jika tidak, biar aku makan punyamu!"

Frypan melirik piringnya yang masih utuh lalu melirik Clara. Dia akhirnya menyerahkan piring itu. "Makan saja, aku tidak berselera."

Clara menganga, "Huh? Frypan, aku tidak.. aku hanya bercanda."

Frypan beranjak berdiri, "Aku mau tidur, bye Clara!"

Clara memandang kepergian Frypan dengan helaan nafas, kemudian melirik Thomas dan Brenda yang tertawa bersama.

"Dia kenapa?" tanga Cassie.

Belum sempat Clara menjawabnya, seseorang duduk disamping Clara hingga membuat gadis itu menoleh terkejut.

Abi hanya tersenyum menanggapi raut wajah Clara. Dia menunjukan makanan yang ia bawa. "Makan?"

Clara menggeleng.

"Helo, Abi!" sapa Cassie berbinar melihat kedatangannya.

"Hey, Cassie. Kurasa kau terlalu muda memanggilnya seperti itu." Brenda berceletuk bercanda.

"Benar, aku ingat umur kita empat atau lima tahun lebih muda dari mu." Thomas ikut menanggapi.

"Berapa umurmu?" tanya Minho.

"21." jawab Abi cuek, dia tengah sibuk memakan satenya.

"21?" ulang Aris, "Untuk umur segitu belum bisa dikatakan tua."

"Ya, tentu saja! Tapi aku harus memanggilmu apa?" Cassie terlihat berpikir.

"Pak Haider?" kata Minho.

Mereka semua tertawa.

Abi menggerutu. "Panggil saja aku seperti biasanya."

"Kenapa? Aku kira lebih sopan begitu." kata Cassie.

Abi menoleh melihatnya. "Panggil aku senyamanmu."

Cassie mengangguk dengan senyum malu malunya.

Clara yang melihat itu hanya tersenyum. Ikut senang melihat anak itu akhirnya kembali ceria lagi. Gadis itu beranjak berdiri lalu menatap teman temannya. "Teman teman, aku deluan ingin tidur. Sampai jumpa besok pagi!"

"Good night, Clara!" teriak Brenda ketika Clara melambaikan tangan.

Melihat punggung Clara yang mulai menjauh, Abi tersentak ketika bahunya disentuh dua kali. Cassie terlihat tersenyum ceria.

"Abi, boleh aku ikut latihan di team mu? Maksudku seperti yang Clara lakukan~"

***

Comment